Sabtu, 31 Januari 2015

CINTA BERTALU DI UJUNG NADI


Bj

"Demi ibu, menikahlah nak!"
Kata-kata ibu menyapa relung kalbu Nadi, lembut tapi menusuk. Tak kuasa menahan rasa, ia tersungkur dihamparan sajadah. Menikah? Adalah hal yang tak pernah terpikir bahkan terlintas dibenaknya. Ia masih ingin mereguk lautan ilmu yang makin dalam makin ingin ia selami. Tapi, menolak keinginan ibu adalah hal yang tak termaafkan baginya. Terpisahnya jarak, ruang dan waktu dengan ibu. Membuat Nadi tak bisa berkilah. Ibu yang kian hari kian parah karena penyakit asma yang dideritanya. Namun, apa daya kasih tak sampai. Di batasi oleh lautan yang membelah. Membelah jarak dan hati Nadi. Permintaan ibu atau ilmu? Nadi diam.

Bubut Utan


Oleh : Jatni Azna | Minggu, 02 Juni 2013 terbit di Sagang Online
Belangau, air sungai seperti payau. Tak lagi memukau. Semua kini tak lagi kokoh berdiri. Lamat-lamat mati. Dan kampung ini, entah-berantah masih akan jadi. Entahlah. Sejak rubuh markas siamang di seberang sana. Sejak ditebas habis umbut dan pakis. Dan sarang mereka luluh lantak sudah. Bubut utan tinggal nama. Karena bubut utan tak lagi tinggal di hutan. Tapi bertengger pada dedahanan yang tak nyaman. Dan sejak itu, mereka kian menebar suara.

Tertunduk laksana raja. Kepala adat telah lalu di depan rumah. Para petuah dan pemuka turut andil di belakangnya. Hasil rapat sengketa memutuskan tanah seberang akan dijual pada perusahaan kayu dengan nominal angka ditetapkan. Seluruh pemuka telah setuju. Kepala adat berseru. Semua patuh, kecuali satu. Pun, saat tanah anak cucu telah dijajah. Lambat laun hanya tinggal ampas saja. Lantas timbul pertanyaan.

Jumat, 30 Januari 2015

Buluh Perindu

  20 Mai 2012 terbit di Riau Pos


Tetabau bersaut-sautan. Hari makin kelam. Di antara sesemak dan ilalang. Dalam sebuah pompong yang sengaja didiamkan. Ada sepasang binatang jalang yang merangkai malam dengan kenikmatan setan. Bersenggama saling desah. Tak jauh, beberapa binatang lain menatap penuh laknat. Mereka tinggal menanti ancang-ancang untuk mengulum dua pasang jalang itu. Seseorang yang diyakini sebagai pemimpin menggangkat tangan. Mengisyaratkan untuk tak gegabah mengambil keputusan. Di belakangnya. Mengikut dengan tatapan penuh amarah. Barangkali, ia adalah Ratu dari gerombolan itu. Suara adzan menyeruak tajam. Namun, tak urung menyadarkan dua jalang. Lantas, setelah tiga rakaat, dzikir dan beberapa kalam. Nelayan saling dayung dalam remang. Hanya berteman pelito dalam kegelapan. Atau sepucuk rokok tembakau menyumpal di antara bibir kedinginan.